Tuesday, August 07, 2007

Tentang Baduy

Lojor Teu Meunang Di Potong
Pondok Teu Meunang Di Sambung
Kurang Teu Meunang Di Tambah
Leuwih Teu Meunang Di Kurangan


Baduy, sebuah suku yang mendiami pegunungan Kendeng, lebih tepatnya di Desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar, kabupaten Lebak, propinsi Banten. Mereka sendiri sebenarnya menamakan diri mereka urang Kanekes, justru orang luar yang menamakan mereka suku Baduy, karena di sana ada gunung yang namanya Baduy. Tapi ada juga penjelasan yang bilang, mereka dipanggil Baduy dari asal kata Beduin, suku asli Arab.

Baduy sendiri terbagi menjadi dua bagian, Baduy Luar dan Baduy Dalam. Secara garis besar, Baduy Luar cenderung lebih bebas terhadap aturan adat, sehingga mereka tidak jauh berbeda dengan orang di luar Baduy. Seperti ketika gue transit sebentar di desa Ciboleger, ternyata tidak semua orang Ciboleger itu orang Baduy. Awalnya memang sempat bingung, tapi ternyata yang Baduy dan yang bukan ditandai dari kostum yg mereka kenakan. Orang Baduy Luar selalu memakai kostum hitam2.

Gue sempat berkeliling sebentar dengan maksud untuk 'berkenalan', Baduy ini seperti apa sih? Memang tidak banyak waktu yang gue punya, dan tidak banyak pula hasilnya. Gue sempat memperhatikan beberapa anak kecil main2 di halaman rumah dan jalanan, sementara itu jam sekolah. "Tidak sekolahkah mereka?" Padahal gue sempat melihat ada bangunan sekolah di Ciboleger.

Pertanyaan gue terjawab oleh Sati (15), ABG Baduy Luar. Ternyata sekolah tersebut diperuntukkan untuk warga biasa dan bukan warga Baduy. Bukan masalah diskriminasi, tetapi karena mereka masih terikat aturan adat yang tidak membolehkan mereka untuk pergi ke sekolah. Pergi sekolah lho ya, bukan belajar. Dan mereka patuh akan hal itu.


Inilah wajah Sati (sori Sati, fotonya kecil) yang saat gue temui sedang mengasuh adiknya yang berumur 4 taun. Sati biasa menghabiskan waktunya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, menjemur tembakau, atau menenun, sebagaimana yang dilakukan warga Baduy lainnya.

Bicara soal tembakau, ternyata tembakau adalah salah satu hasil utama mereka. Di sepanjang jalan, di halaman rumah, tembakau2 terhampar pasrah mengeringkan diri dibawah terik mentari. Setelah kering, tembakau2 dipadatkan, sebagian dijual keluar Baduy, dan sebagian lagi mereka konsumsi (dijual) sendiri. Uniknya, rokok yang dijual untuk kalangan sendiri, tembakaunya tidak dikemas dalam bentuk rokok lintingan, melainkan masih dijual dalam bentuk padat, baru ketika ada pembeli, tembakau diiris tipis dan dilinting kecil sekali. Sepertinya dosisnya kecil saja cukup, sudah dapat memberikan kepuasan. Lucunya, si penjual rokok sempat bercerita "kalo rokok2 lain kan ada tulisannya tuh: merokok dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke, kanker, berbahaya bagi kesehatan. Kalo rokok yang ini mah enggak... laen... malah berguna bagi kesehatan karena bisa menyembuhkan berbagai penyakit, salah satunya penyakit kuning". Benarkah pengakuan si bapak? bukannya disetiap tembakau sudah mengandung nikotin yaa? Wallahu 'alam...

Si bapak yang jualan tembakau



Itu yang dipegang di bapak rokok lho ya, bukan tusuk gigi, kecil banget kan...


Di atas, gue sempet nyebut sedikit soal tenun menenun kan? Yup, menenun adalah salah satu kegiatan perempuan Baduy, mereka mahir sekali menenun. Seperti yang dilakukan ibu Arwa (35). Pekerjaan ini sudah beliau lakukan sejak usia 13 taun. Yang sedang dikerjakan beliau saat itu kain sepanjang 3 meter, yang nantinya akan dibuat celana, waktu pengerjaannya 1 bulan. Sementara untuk mbuat taplak meja ato selendang, seperti yang dipajang di belakang beliau, cuma butuh waktu pengerjaan 1 minggu. Sebuah taplak meja ato selendang bisa beliau jual dengan harga +/- Rp. 35.000 - Rp. 50.000, sedangkan kain panjang tadi bisa dijual sampe +/- Rp. 100.000.


Seperti halnya warga Baduy Luar, kegiatan warga Baduy Dalam juga tidak jauh berbeda. Waktu gue nyampe Baduy Dalam tu siang hari, dan sekampung itu isinya cuman ibu2 sama anak2 kecil. Kemanakah gerangan para bapak2 dan ABG2nya? ternyata siang hari mereka berkebun semua. Beberapa ibu2 menumbuk padi disebuah tempat menumbuk padi dipinggir kali. Mereka sengaja membuat harmonisasi nada2, sehingga sebuah lagu tercipta dari alu2 yang bersentuhan dengan lesung. Bicara soal lagu, ternyata masyarakat Baduy Dalam tidak diperbolehkan untuk menyanyi dan menari. Pantes aja... pas kami suruh anak2 Baduy Dalam untuk nyanyi, mereka bengong dan langsung geleng2 kepala dengan ragu, gak mudeng maksudnya apa. Dan pas bbrp temen nyanyi lagu 'es lilin', eehh... mereka malah ketawa. Uppss... padahal kan sbnrnya gak boleh nyanyi tuuhh...

Masih soal anak2 lagi, kalo ditanya mereka biasa mainnya apa, permainan anak2 yang khas apa, pasti pada bingung juga, dan ujung2nya akan dijawab "maen ke kebon". Anak2 Baduy Dalam memang tidak punya permainan khusus, mereka bebas main apa aja, tapi biasanya sambil nggendong adiknya yang masih kecil. O iya gue pernah ketemu sama anak kecil (cowok) yg sedang main di kali, dia pinter banget nangkep udang, padahal gue aja gak ngeliat ada udang.

Anak2 Baduy memang tidak sekolah, tapi bukan berarti mereka tidak belajar. Berdasarkan pengakuan sang Jaro, para orang tua mengajarkan anak2nya berhitung dan membaca, tapi hanya secara verbal, karena mereka tidak diperbolehkan memakai media perantara modern seperti pulpen, buku, pinsil, dll. Unik kan? Tapi walopun orang Baduy dikenal sebagai masyarakat terbelakang (baca: gak gaul), tapi mereka pintar, cerdik, sopan dan tau betul menghargai sesama. Salah satu contohnya waktu Syifa tanya soal org Baduy yg suka jalan kaki ke Jakarta "berarti kalo malem tidurnya bisa di tengah jalan gitu dong pak?", dijawab "yaa... kalo di tengah jalan mah enggak, ntar ketabrak" wakakakakkk. Trus ada lagi yg nanya Jaro "pak, kalo orang Baduy suka sakit?", dijawab "nggak... orang Baduy nggak suka sama sakit" hahahahha... gue ngerti maksudnya, pinter juga tuh, untung bukan gue yg nanya.

Orang Baduy menganut agama Islam Sundawiwitan. Mereka memiliki bulan besar (perayaan hari besar) yang namanya Kawalu. Kawalu ini dirayakan selama 3 bulan, biasanya dari bulan Feb - Apr, dan pada perayaan Kawalu ini, Baduy Dalam tertutup untuk orang luar. Kawalu itu kalo mereka bilang seperti Lebaran. Mereka puasa 1 hari 1 malam di bulan Kawalu. Selayaknya sebuah perayaan, ada makanan2 spesial yang mereka siapkan, seperti kijang dan kancil. O iya, ternyata dlm kehidupan sehari2 mereka juga mengharamkan beberapa hewan untuk dimakan, seperti kambing, anjing dan babi.

Dalam hal perkawinan, masyarakat Baduy tidak bisa memilih dengan siapa dia ingin menghabiskan sisa hidupnya, karena adat mengatur mereka untuk dijodohkan. Biasanya orang tua yang menjodohkan anak2nya, dan mereka tidak mengenal pacaran, hukumnya melanggar peraturan adat. Sebelum pernikahan sendiri mereka harus melalui proses 3 kali lamaran dalam setaun. Pengantin dinikahkan oleh Pu'un (sang kepala desa), sebaliknya kalo ada yang meninggal, yang memimpin upacara namanya Penghulu. Ada benarnya juga ya dijodohkan, mungkin mereka ingin menghindari muda-mudinya terhindar dari zina. Dan orang2 Baduy sendiri terkenal setia dengan pasangannya, tidak mengenal selingkuh, dan tidak menganut poligami, malah jika beristri lebih dari 1 dianggap melanggar adat, kecuali untuk Pu'un yang memang boleh beristri lebih dari 1. Usia menikah di Baduy adalah 20 taun untuk yang laki2, dan dewasa utk perempuan. Apa ukuran dewasanya? kalo dia udah bisa tani, masak dan ngurus rumah.

Yang menarik lagi bagi gue dari Baduy Dalam adalah rumah2nya. Karena ketatnya peraturan adat yang tidak membolehkan mereka menggunakan peralatan2 modern, rumah2 mereka dirikan tidak dengan menggunakan paku, hanya diikat, dan peralatan yang diperbolehkan hanya golok, tatah dan beliung. Rumah2 penduduk biasa cuma boleh menghadap utara atau selatan, sementara bangunan sakral seperti balai desa dan rumah Pu'un didirikan menghadap timur atau barat. O iya, rumah Pu'un sendiri beda dari rumah biasanya, karena atapnya hijau (sayang gue gak tau persis atapnya tu dari daun apa), dan ternyata gak boleh sembarangan orang lewat depan rumahnya. Trus yang unik lagi, cuman ada 3 desa yang termasuk Baduy Dalam : Cibeo, Cikertawarna dan Cikeusik, yang terbesar adalah Cibeo dengan +/- 100 kepala keluarga. Mereka berprinsip bahwa rumah boleh bertambah tapi desa tidak boleh bertambah.

Dari tadi gue kan ngomong soal Pu'un... Pu'un, sebenernya sapa sih Pu'un? Pu'un ini bisa dibilang kepala desanya masyarakat Baduy. Kepemimpinannya berdasarkan garis keturunan, awalnya yg memilih para tetua Baduy, dan akan berakhir sampai si Pu'un tua, tidak mampu menjalankan kepemimpinan lagi, atau meninggal dunia, baru diteruskan oleh keturunannya. Untuk bertemu dengan Pu'un sangat sulit sekali, Pu'un akan melihat perlu tidaknya dia menemui seseorang. Presiden aja mo ketemu Pu'un belom tentu diterima, apalagi orang biasa kayak gue, hehehe... hebat tu Pu'un. Dan menariknya, ternyata dia sama saja dengan warga biasa. Jangan bayangkan dia akan bertengger di singgasananya dan mengawasi rakyatnya sepanjang hari, dengan pakaian yang lain sendiri. Pu'un sehari2nya juga ke ladang, dari pagi ampe sore, makanya Pu'un sibuk banget... sibuk ngurusin kebunnya, hehehe.

Satu hal yang gue kagum dari orang Baduy Dalam, mereka benar2 memegang teguh kepercayaannya, peraturan adatnya. Mungkin teman2 juga pernah lihat ada orang Baduy Dalam jalan kaki ke Jakarta, dan mereka sama sekali gak melanggar peraturan dengan naik angkot supaya cepet (kalo pake telpon masih diperbolehkan), mereka juga tidak mencoba merokok (org Baduy Dalam memang dilarang merokok), ato melakukan pelanggaran yang lain. Hal ini pernah gue tanyakan ke Jaro, dan jawabnya "memang kita tidak akan tau kalau mereka melanggar aturan di luar sana, tapi biasanya mereka yang melanggar aturan akan terbebani perasaan bersalah dan akan mengaku sendiri". Salah satu hukuman bagi pelanggar adalah bekerja di Baduy Luar selama 40 hari tanpa dibayar, dan itu biasanya sdh membuat mereka malu dan jera.

Gue gak habis pikir ya? agama mereka tu apa? sekolah juga nggak, tapi kok bisa ya memegang teguh keyakinannya sampai sedemikian rupa? Justru gue yang agamanya jelas2, sekolah juga sampe S1, tapi masih aja sering berbuat dosa dan belum ada yang bisa dibanggakan. Malu deh... sebuah tamparan secara halus dari yang Di Atas. Mungkin ada benarnya mereka menolak mengikuti perkembangan zaman dan memilih hidup terasing dan tetap menjaga keaslian suku mereka, sehingga jiwa mereka pun tetap terjaga kemurniannya, begitu sederhana dan bersih. Sehingga mereka begitu patuh akan peraturan yg ada, mereka memegang teguh keyakinan mereka, tanpa berpikir 2x atau berasumsi macam2 atas semua perintah yang mereka dapat.

Gue tu selalu kagum dengan org2 yang sederhana, krn biasanya didalamnya terdapat jiwa yang luar biasa, dan gue selalu ingin 'berguru' pada mereka. Hmmm ternyata doa gue terkabul, dari orang2 Baduy yang sederhana, gue dapet pelajaran berharga.

O iya, ini ada bonus, foto orang Baduy Dalam. Kenapa gue bisa dapet? soalnya pas gue foto, mereka lagi di Baduy Luar, dan gue udah minta ijin sebelumnya utk motret mereka. Bahkan foto ini udah gue cetak dan kirim ke mereka. O iya, yg di tengah itu pak Sapri, yang rumahnya gue tumpangin.



Catatan si Rey :
Huaahhhh... alhamdulillah akhirnya selese juga. Ini tulisan gue draft dari kapan taun, baru di posting tgl 14, hehehehehe :D

16 comments:

Iman Brotoseno said...

memang selalu menarik cerita budaya dan anthropologi seperti ini...btw nggak demokratis ya, cuma pu'un yang bisa beristri lebih dari satu he ehe

Anonymous said...

sekolah juga sampe S1, tapi masih aja sering berbuat dosa
dan belum ada yang bisa dibanggakan.


Gampang.. ambil aja S2..:D

Hanya Pu'un yg boleh beristri lebih....hehehe
Hidup Pu'un:D

primaningrum said...

justru orang orang sederhana itu punya keteguhan prinsip yang top bgt

Nieke,, said...

mbak, kalimat2 yg di atas di translate, donk..
ndak mudheng :(

btw, jadi baguy dalem itu boleh diphoto kalo mereka lagi di luar..
ummbbb, baru tau..

[H][A][R][R][I][S] said...

Unik juga tuh budanya mereka. Hehehehe.....

Btw,
Lojor Teu Meunang Di Potong
Pondok Teu Meunang Di Sambung
Kurang Teu Meunang Di Tambah
Leuwih Teu Meunang Di Kurangan


Apaan seh artinya??
Kayaknya mo puji2 gw gitu yah??

Makasih, Jeng Rey... gw emang cakep kok dari dulu. Wakakakakakaka.....

Manda La Mendol said...

wakakaka..komennya Ale Harris.

Jadi di Baduy itu pake dijodohin antar suku ya? Wah, kasihan loe dong. Khan niatnya ngarep mo diambil ama si Pu'un khan ? hehehe....

Meity Mutiara said...

petuah tua yang bagus dalam bahasa sunda ...

Neng Keke said...

Kira-kira artinya apa ya?

Eh... Eh... Kalo Pu'un itu dijodohin apa engga? Masa nyari bini ke-2 dari perjodohan juga? :))

Anonymous said...

yeye said
si pu'un gaya banget sey, mpe mo ketemu aja pake susah segala. tau deh yang sibuk...!
ajak-ajak dunk, kalo mau ke sana lagi. syapa tau dapat inspirasi. he....he....

Anonymous said...

di sana ada nyamuk ga???

Unknown said...

gw orang banten, kalo mo ke baduy juga lewat kampung gw rumah gue malah, asli gw ga tau mendetail kebudayaan baduy wlau kadang gw dibilang masih orang baduy(rangkas-muncang), maluu seeh....:D
cos mang kbdyaan kita beda N aga jauh juga dr tmpt gw kw sna.
ok deeh btwy thanks ya bwt bikin blog ini, ini pelajaran bwt gw, btapa kaya kampung gw,,,,cayooooo baduuy....

Unknown said...

ooo...iya gw lupa
rey gw minta ijin gw mo ambil satu foto orang baduy, cos sebenarnya sejak lama gw lagi nyari2 artikel tntang baduy kebetulan ketemu blog U
pleaaac ya rey...thanks B 4

Al- Hariq said...

Sy prnh tgl slm 2 mg dsna wktu studi tour, sumpah nuansanya penuh dgn kearifan, norma dan etika sgt djaga dibalik kepolosan tampilan mereka... ta ada kemunafikan, Thank's to wrga CIBOLEGER, sy msh simpan Souvenir mu..

Anonymous said...

kang,maap ni,saya minta foto'a satu buat artikel,soalnya saya jarang nemu,mau kebaduy'a belum sempet.
makasih,he
plis ya kang izinin.

Rey said...

@Anonymous : silahkan aja kalo mo ngopi fotonya, tapi harap cantumkan juga sumbernya, nama blog saya maksudnya. Btw nama saya Rey, tp saya perempuan...

Unknown said...

Salam sejahtera mas... Semoga semuanya baik.

Tulisannya bagus sekali mas, namun ada beberapa hal yang mungkin perlu diluruskan. Bila berkenan saya mau coba meluruskan ya mas, kebetulan saya berkawan baik dengan kawan kawan kita di baduy dalam.

1. Untuk masalah keyakinan mereka bukan Islam Sunda wiwitan mas, tapi hanya Sunda wiwitan.

2. Posisi Puun sebagai semacam presiden di tiap tiap desa. Baik cibeo, cikertawarna dan cikeusik tidak harus selalu dari garis keturunan, melainkan dilihat dari sosok yang memang mumpuni. Yg ditentukan nanti oleh tetua.

Pemegang kendali pemerintahan dan spiritual tertinggi ada di cikeusik. Ibaratnya putih di cikeusik putih di seluruh baduy, hitam di cikeusik hitam di seluruh baduy..

Lojor Teu Meunang Di Potong
Pondok Teu Meunang Di Sambung
Kurang Teu Meunang Di Tambah
Leuwih Teu Meunang Di Kurangan

Oh iya ini artinya

Panjang tak bisa dipotong
Pendek tak bisa di sambung
Kurang tak bisa ditambah
Dan lebih tak bisa dikurangin.

Ini lebih sebagai tuntunan hidup mereka, bahwa wilayah, agama, budaya dan semua yang sudah diwariskan oleh leluhur mereka tak boleh dikurangi, ataupun ditambah. Yang sejatinya begitu biarkanlah tetap begitu.
Karena mereka yakin bahwa mereka bertugas sebagai pertapa untuk menjaga tentremnya bumi. Mungkin bila berjodoh, kita bisa bareng ke cikeusik untuk lebih mengenal luar biasanya mereka.

Sekian dari saya mas, mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan.

Salam hangat

@andawardhana