Monday, June 30, 2008

Dari Toraja bagian 2 : Rambu Solo'


Rambu Solo'

Rambu Solo’ adalah upacara pemakaman masyarakat Toraja. Upacara ini harus dilakukan oleh keluarga yang ditinggalkan, sebagai tanda penghormatan terakhir bagi yang meninggal dunia. Alhamdulillah saya beruntung dapat mengikuti sedikit upacara Rambu Solo’ di bulan yang jarang diadakan upacara Rambu Solo’. Jadilah begitu tiba di Tana Toraja kami langsung menuju Sa’dan Malimbong, sebelah Utara Toraja, tempat Rambu Solo’ diadakan.

Dan beruntung pula saat itu kami ditemani oleh pak Ferry, pemilik travel yang mobilnya kami sewa. Tanpa pak Ferry pastilah kami akan terlihat aneh dan kebingungan diantara tamu2 yang datang. Dan atas saran pak Ferry pula kami datang dengan membawa satu pak rokok untuk tuan rumah. Tamu2 yang hadir ke upacara Rambu Solo’ adalah saudara, tetangga dan kerabat dari keluarga yang meninggal dunia, dan mereka biasanya membawa sesuatu utk tuan rumah, ada yang bawa kerbau, babi, minimal bawa rokok. Kalo saya boleh memilih, lebih baik bawa beras ato kopi saja, tapi ternyata yang lazim adalah bawa rokok.

Bicara soal pemberian, ternyata tuan rumah tidak bisa sembarangan menerima pemberian dari orang lain, karena kelak suatu saat si tuan rumah harus ”mengembalikan” barang (dalam hal ini hewan kurban) dengan nilai yang sama kepada si pemberi, saat si pemberi itu mengadakan upacara Rambu Solo’. Jadi kalo misalnya tuan rumah setuju untuk menerima kerbau senilai 40 juta, maka kelak mereka harus membayar kembali kepada si pemberi dengan nilai kerbau yang sama. Dan selama belum terlunasi, keluarganya masih berhutang kepada keluarga si pemberi, sampai kapan pun.

Untuk itu, sebelum upacara Rambu Solo’ diadakan, mereka mengadakan rapat keluarga untuk menentukan berapa banyaknya kurban yang akan dipersembahkan untuk upacara, termasuk mempertimbangkan untuk menerima ato menolak pemberian dari pihak lain, jika dirasa mereka tidak sanggup untuk membayarnya kelak. Tapi ada beberapa kasus yang tetap menerima pemberian kerbau dengan harga mahal, tapi nantinya kerbau ini tidak ikut disembelih saat upacara, melainkan tetap disimpan atau kemudian dijual lagi untuk mengembalikan ”hutang” kepada si pemberi, saat mereka mengadakan Rambu Solo’.

Hewan kurban dalam upacara Rambu Solo’ adalah kerbau dan babi, kedua hewan ini mereka anggap kendaraan bagi orang yang meninggal menuju surganya, berarti semakin banyak hewan yang dikurbankan, maka semakin bagus, semakin cepat sang arwah menuju surganya. Maka... tidak heran jika keluarga yang ditinggalkan menyiapkan ratusan ekor kerbau dan babi untuk dikorbankan, dan otomatis upacara ini dapat menelan biaya yang besar sekali, bahkan bisa mencapai milyaran rupiah. Bagi sebagian keluarga Toraja ini adalah hal yang berat, tapi sulit bagi mereka untuk menolaknya, karena ini adalah tradisi yang sudah mengakar di kehidupan mereka

Dan mungkin... karena mahalnya sebuah pesta penguburan bagi masyarakat Toraja, menjadikan mereka menunda mengadakan Rambu Solo’ setiap kali ada anggota keluarga yang meninggal. Untuk itulah mayat dibalsem dan disimpan didalam rumah ato Tongkonan dalam batas waktu yang tidak ditentukan, hingga Rambu Solo’ diadakan. Dan selama si mayit belum dikuburkan, keluarganya menganggap bahwa dia belum meninggal, masih ada diantara mereka, hanya sedang sakit dan tidur. Keluarganya sendiri masih menyiapkan makanan dan minuman sehari-hari bagi si mayit. Oleh karena itu, ketika Rambu Solo’ tiba, keluarga masih dirundung kesedihan, karena tandanya mereka baru benar2 berpisah dengan si mayit.

Kadang, karena menunggu utk diupacarakan, jumlah yang meninggal dalam 1 keluarga bertambah, seperti Rambu Solo’ yang kami datangi ini, upacara dilakukan utk 3 jenazah (ayah, ibu dan anaknya yg berusia +/- 40-an).

Saat kami datang, beberapa babi dan kerbau sudah ada yang disembelih disudut2 arena pesta. Tongkonan2 kecil yang berbentuk letter U, yang tadinya berfungsi sebagai lumbung, dialihfungsikan menjadi tempat duduk para tamu yang tidak lain adalah keluarga dan kerabat mendiang. Agar penempatan tamu teratur, maka tempat2 tersebut diberi nomer. Tiga jenazah diletakkan di atas panggung setinggi +/- 2 meter. Ditengah2 arena, sebuah panci besar (sbnrnya sih tdk mirip panci) yang berisi daging kerbau yang sedang direbus mengepulkan asap putih, menambah mistik suasana. Tamu2 datang silih berganti, rombongan keluarga yang datang melayat dipandu memasuki arena, berjalan memutari jenazah, menuju ”ruang tamu” yang telah disediakan. Dibelakang rombongan, hewan2 yang mereka sumbangkan utk upacara juga turut mengiringi. Tarian Ma’badong disajikan ditengah2 arena untuk menghibur tamu yang datang. Penari Ma’badong semuanya pria dan berpakaian hitam2. Dari keterangan yg kami peroleh sbnrnya wanita jg boleh menari Ma’badong, tp entah knp memang jarang ada wanita yang ikut Ma’badong. Sepanjang jalannya pesta, nyanyian bernada menyayat hati menemani kami, nyanyian dalam bahasa Toraja halus itu menceritakan tentang perjalanan hidup para mendiang hingga meninggal.

Salah satu rombongan keluarga pelayat kompak mengenakan caping. Caping sendiri bukan merupakan suatu aksesori keharusan untuk upacara Rambu Solo'.


Cerita pribadi dibalik Rambu Solo’

Kepastian adanya upacara Rambu Solo’ baru didapat kira2 2 jam sblm pesawat take off, namun sebelumnya gue dah sempet cari2 tau upacara Rambu Solo’ itu seperti apa, dan info paling mantap adalah dari foto2nya mas Edy yang taun lalu motret Rambu Solo’ juga. Biasalah... sesudah itu jadi ada bayangan, punya persepsi sendiri kira2 Rambu Solo’ tu kayak gimana.

Eehhh gak taunya, kok beda banget yaa... foto2nya mas Edy tu beraroma kesedihan, sendu, dan rada serem juga, soalnya peti matinya msh didalem tongkonan. Pokoknya kentara bgt itu upacara kematian, keluarganya pada bertangis2an, semua berpakaian hitam2.

Lhaa... kok ya giliran gue ketemunya babi mulu, beraneka rupa wajahnya pula. Tau gak, kami waktu masuk tu salah, bukannya dari pintu depan, tp blusak blusuk malah nembusnya samping WC, trus gak jauh dari situ ada acara potong memotong babi, jadi belom apa2 udah disambut aroma babi, dan lewatlah kami diantara babi2 yang termutilasi itu tho, mana ada darah2 bercecerah di tanah, gak tau itu darah sapa. Yahh... ternyata salah, kami lewat jalan blakang, hiks =(

Trus ya, malam sebelumnya tu kan hujan, mana itu halaman bertanah rumput gitu, bisa ditebak kaann... tanahnya jadi bechekkk... Sbnrnya sih gak becek2 amat, kalo difoto jg keliatannya gak terlalu becek, tp itu kalo diinjek, njemblek bo' dan licin pula. Itu kan tempatnya gak nyampe seluas lapangan bola ya, dipake mondar mandir puluhan org, plus dilewatin kerbau sama babi, belom lagi hewan2 itu kencingnya sembarangan, dimana dia berdiri, disitulah dia pipis, blm lagi suka ada darah bececeran, yuukkkk... silahkan bayangin sendiri kondisi tanah basahnya kayak apa, aer ujan campur pipis hehehe. Duuhh yg gak nahanin babinya deh, banyak bener, ratusan ada kali tu, baru kali itu gue liat segitu banyaknya babi.

Oke, kembali ke foto2nya mas Edy, gak perlu diragukan lagi lah, foto2nya bagus sekali, gambar2 yg diambil dari dalam rumah semua. Lha... kalo gue diluar rumah, pas nyampe aja bingung jenazahnya dimana, gak taunya ditaro di atas. Kalo mas Edy motret org2 yg sedang bersedih, gue banyakan motret babi dan kerbau. Beda banget deh... hasilnya juga beda banget, hehe.

Hari itu gue berasa najis bener, langsung mendadak gak napsu makan, dan bau daging babinya msh terngiang2 eh... tercium sampe bbrp lama, bahkan sampe gue tulis postingan ini, mendadak tercium aroma babi potong, mendadak eneg nih... =((

10 comments:

Anonymous said...

wah asyik nih..jadi pengen kesana lagi..

Anonymous said...

ngeliat foto celeng itu aku jadi inget obelix :D

Manda La Mendol said...

lihat babi dijagal...merinding neh liat fotonya.

Eh, istilahya kok lucu ya Rambu Solo...

Ms Mushroom said...

Senangnya bisa dapet kesempatan jalan-jalan ke TORAJA, wish to be there someday ... :D

rizky said...

Upacara pemakaman yang membuat bulu kuduk aQ merinding... takut!!!

d3vy said...

akhirnya jeng Rey ngapdet blog jugah...


*nari2 pisang di plurk*

sayurs said...

trus bawa pulang oleh2 dendeng babi ga .. wkakaka..

Anonymous said...

hey mbak rey, berbagi dikit ni. Utk 2 taun k depan ini kan saya ada d thailand itu pork juga dimana-mana. hari pertama haduh aromanya bikin ga napsu makan. Sampe akhirnya memutuskan masak walopun ga bisa daripada makan d kantin kampus. Tapi masuk hari ketiga mule mikir, kalo kaya gini trs repot juga. Akhirnya ya mulai hari ketiga itu uda biasa, temen makan pork aku makan makananku. Dan sekarang lumayan akrab dengan bau2 gituan. Hajar aja mau gimana lg? :D

Anonymous said...

kalo boleh tahu, upacara rambu solo ini kira2 mengikuti ato menganut agama ap yah? thx.

Teroris Cinta said...

menderita bercampur kesenangan, karena telah terwujudnya sampai pada pengalaman seperti itu,,,,kapan ia aku sampe kesana, pgn liat langsung diriku di acara seperti itu...oh ia kira2 sekarang masih ada gak ia...