Friday, August 21, 2009

Mimpi...

”Mimpi adalah kunci, untuk kita menaklukkan dunia”


Sepenggal lagu Nidji untuk sountrack film Laskar Pelangi, yang isinya (menurut interpretasi bebas saya) memberi semangat pada kita untuk terus bermimpi dan berusaha meraih mimpi itu. Dan jujur saja, saya suka sekali mendengar kisah orang2 yang berusaha mengejar mimpinya, apalagi kalo itu sampe berhasil.

Saya sendiri tentu saja punya mimpi, tapi sejujurnya lagi, saya kurang suka membicarakan mimpi2 saya, bukan apa2, dulu saya pernah mengumbar sebuah mimpi, tapi kok ya ndilalah belom kesampean juga sampe sekarang, sampe teman2 saya tanya ”Rey, lo katanya mo anu? Kok belom2 juga sih lo?” hihihihi... akhirnya saya malu, dan sejak saat itu mimpi2 (terutama yg serius) tersebut tidak saya umumkan ke ”radio desa”, tapi saya simpan sendiri untuk saya kejar.

Tapi sepertinya, kita tidak pernah tau mimpi mana yang akhirnya bisa terwujud, dan mimpi mana yang masih belum bisa terwujud. Kadangkala ada mimpi yg tidak perlu usaha mati2an, eehhh ternyata bisa terwujud, dan ada pula mimpi2 yang memang butuh kerja keras dan kesabaran yang besar hingga suatu saat bisa terwujud, mungkin istilahnya udah berusaha sampe mejret tapi belom2 juga.

Yahhh apa pun itu, saya suka mengejar mimpi, dan saya suka sikap2 positif yang ditimbulkan orang lain dalam mengejar mimpi2 mereka. Saya masih ingat cerita seorang mantan rekan kerja yg sudah senior, sebut saja namanya bu... bu Kansayah deh (nama samaran nih). Suatu hari bu Kansayah diajak anak2nya pergi ke pasar Senen untuk berburu baju2 kiloan yang kondisinya masih bagus (namun sayang sekali, hingga berita ini diturunkan, saya sendiri gak tau dimana persisnya yang jualan baju2 kayak gini di Senen, hiks). Di sana bu Kansayah menemukan mantel berbulu yang masih bagus, cocok buat winter lah, harganya pun, ya ampuunn... miring banget, cuma Rp. 100.000 untuk mantel sebagus itu. Tadinya bu Kansayah enggan beli, ”buat apa? Gak akan terpakai”, tapi setelah mendengar hembusan2 dari kanan kiri, akhirnya bu Kansayah memutuskan utk membeli mantel tersebut, dan saya masih ingat alasannya ”yaa gak papa deh, sapa tau dia akan memanggil2 aku ke Eropa”. Dan benar saja, saya lupa berapa periode kemudian, yang jelas setelah itu bu Kansayah berkesempatan untuk menjejakkan kaki di Jerman, dalam rangka mendampingi anaknya yang menari mewakili Indonesia disana.

Mendengar cerita bu Kansayah, air liur saya rasanya ingin menetes... tes... tes... bagaimana tidak??!! Jerman adalah salah satu negara yang ingin saya kunjungi (upss... jadi ketauan deh mimpinya apaan), eehhh lha kok malah bu Kansayah yang pergi ke sana? Sementara saya yang berusaha mati2an berdekat2an dengan ”aroma” Jerman, tetap saja masih di Jakarta2 juga. Akhirnya sejak saat itu saya pun (sebisa mungkin) meniru apa yang dilakukan bu Kansayah, intinya bersikap positif, berbicara yang positif, karena perkataan adalah doa.

Sekitar taun 2004 (kalo tidak salah) saya melancong ke Bandung, singgah dari satu FO ke FO yang lain, berlagak punya duit banyak, padahal mah pas2an. Akhirnya sampailah pada suatu FO yang menjual mantel tebal merah maroon yg keren banget (menurut saya) tapi harganya juga keren (menurut kantong saya), tp karena ”rayuan pulau kelapa” kawan saya yang bak kompor mbledug diwaktu petang, akhirnya saya pun membeli mantel tebal tersebut karena mendadak teringat cerita bu Kansayah lagi. Maka dengan optimis dan penuh harap walau kantong jebol, saya berkata ”sapa tau dia akan memanggil2 gue ke Eropa”. Saya bangga banget bisa punya mantel itu, kalo pake itu berasa kayak di Eropa deh, tapi berhubung realita saya masih di Indonesia, gak mungkin dong pake mantel setebal itu, maka kebanggaan itu harus berakhir dilemari yang penuh sesak dengan baju2 lainnya.

Mantel tebal itu tidak pernah saya pakai, hingga akhirnya di penghujung Agustus 2007, saya mengeluarkan mantel itu dari lemari, saya masukkan ke backpack, dan secara perdana, akhirnya mantel tebal itu saya pakai diii........ Bromo, wakakaakakkkk. Sepertinya panggilan berbelok, dari Eropa ke Bromo, hehehehehee... Jujur, saya sempat menahan geli sendiri saat memakai mantel itu di Bromo pada saat upacara Kasodo. Tak ke Eropa, ke Bromo pun jadilah... hehehe :D

Ada cerita lain soal mimpi saya yang perwujudannya berkesan mingsleg. Dari dulu saya punya mimpi keliling dunia, sepertinya itu mimpi banyak orang yaa? Tapi mimpi keliling dunia sepertinya hanya sebatas angan2, karena saya tidak melakukan usaha maksimal untuk mewujudkannya, paling2 hanya bertulis surat dengan orang2 yang bermukim di luar negri sejak saya SMP, bagi saya mereka adalah jendela saya untuk melihat dunia (halahhh kayak temennya banyak aja, padahal yang bertahan sampe sekarang cuma 1).

Sekitar medio 2005 saya diberi kesempatan oleh Allah untuk berumroh. Di Baitullah banyak tempat2 yang mustajab untuk berdoa, salah satunya adalah Multazam, dinding diantara Hajar Aswat dan pintu Ka’bah. Namun karena kondisi di Multazam selalu penuh sesak dengan org2 yang memanjatkan doa sambil menempelkan tubuhnya, saya tidak terlalu memaksakan diri, tapi karena sayang jika momen berharga didepan Multazam dibiarkan begitu saja, maka saya tetap memanjatkan doa didepan Multazam walau tanpa menempelkan tubuh. Dan lagi2 karena alasan penuh sesak dan berdesak2an, saya harus berdoa dengan cepat, doa2 yang penting. Sekarang saya sendiri lupa waktu itu minta apa aja, satu2nya yang saya ingat, setelah mengucapkan beberapa doa dan berpikir keras minta apa lagi, saya mendadak berdoa ”ingin keliling dunia...!!”, dan setelah itu saya sendiri bengong, kok yang keluar kata2 itu?

Mulai pertengahan 2006 sampai 2008, ternyata Allah memberi kesempatan pada saya untuk mengunjungi beberapa tempat cantik di Indonesia, dan sedikit negara Asia Tenggara lainnya. Sedikit meleset memang, tapi jujur, saya sendiri tidak menyangka dan bahkan bertanya2 ”kok bisa sih tiba2 jadi backpacker begini?” Yaa... menjadi backpacker memang tidak pernah saya rencanakan dan impikan, kiranya inilah perwujudan dari mimpi keliling dunia yang mingsleg itu, hehehe... tp saya sama sekali tidak kecewa, malah seneng banget, karena tidak semua orang dikasih kesempatan jadi backpacker, walaupun ini juga hanya backpacker ecre2 :)

Pertengahan 2008 bisa dibilang terakhir kali saya ngetrip, itu pun sudah malas2an dan merasa bersalah, karena saya mendadak memiliki kebutuhan lain yang menguras uang, dan kalo jalan2 terus tanpa menghasilkan (uang), kok kesannya sok kaya banget yaa...? Singkat kata saya memutuskan untuk gantung ransel sementara, kecuali kalo suatu saat saya ada uang lebih lagi, ato kalo travelling-nya untuk cari duit. Maka otomatis semua tawaran menarik dari teman2 untuk ngetrip harus saya tampik, hiks.

Kira2 bulan Mei 2008, saya mulai aktif imel2an dengan sepupu saya yang bertahun2 tinggal di Swiss. Dia sempat bilang ”kamu kapan kesini? Nengokin keponakan2mu disini?”, waktu itu dengan berat hati saya bilang gak ada uang, mesti nabung2 dulu, tapi ujung2nya saya juga bilang ”Insya Allah” dan tanpa pengharapan apa2.

Selain Jerman, Swiss adalah negara yang ingin saya kunjungi juga (tapi lebih pengen ke Jerman sih... hehehe), malah kayaknya dulu pernah mimpi menginjakkan kaki di sebuah gunung di Swiss deh (halahhh...).

Setahun kemudian, tepatnya akhir Mei 2009, dikala saya bergelut dengan pekerjaan yang menggunung, hati dan jiwa carut marut karena masalah pribadi, kok ya tiba2 Allah mengirim saya ke Eropa dalam situasi yang menurut saya gak pas, tapi kalo Allah yang berkehendak, apa mau dikata tho? Gak nyangka... akhirnya saya menjejakkan kaki juga di Eropa, sesuatu yang tidak saya bayangkan sebelumnya. Sebenernya kalo dipikir2 lucu juga ya, saya diajak ke Cianjur aja nolak dengan alasan budget, lha kok ini malah mendadak ke Eropa, kekekeekkk... Alhamdulillah ada yang mensponsori alias ada yang mbayari, jadilah saya bisa sampai Eropa J

Nahh... setelah kejadian itu, saya jadi bingung. Kok kesannya mimpi2 yang tidak pernah saya perjuangkan mati2an malah justru terwujud, sementara mimpi2 yang saya idam2kan banget, dan sepertinya sudah diuber mati2an, malah sampe sekarang ada yang belom terwujud. Saya jadi bertanya2, bagaimanakah seharusnya saya bersikap? Apa mungkin saya ndak perlu terlalu ngoyo mengejar mimpi2 saya? Sementara kata pepatah mengatakan ”bagaimana mungkin kau bisa meraih mimpi, jika tidak kau kejar” atau "Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika kaum itu sendiri tidak mau berubah". Rumit...

Yahh... selamat bermimpi kawan, sebelum bermimpi itu dilarang. Semoga hidup kalian lancar barokah... :)
O iya, ada yang kelupaan, akhirnya saya memang ke Eropa, tapi tanpa mantel tebal berwarna merah maroon, hehehe...

6 comments:

fahmi! said...

lho? lho? kamu barusan pigi eropa? kok nggak ngabar ngabari aku toh? mana foto2nya?

sayurs said...

bu Kansayah dulu pake mantel tebalnya pertama kali di Bromo juga lho.. kok ya sama.. kebetulan juga?

Rey said...

@Fahmi: ngabari kamu? ndak bakalan lah... aku kan tidak suka publikasi, tsahh...

@Sayur: mantel boleh sama tebal, tapi nasib belum tentu sama tebal (lho??)

L. Pralangga said...

Gak papa - mimpi yang besar itu boleh kok.. make your dreams bigger than your fear..

d3vy said...

wew... lama ngga singgah disini.. ummm pernah jg singgah tapi ngeliat blog ini ga apdet, ternyata... ternyata.. ternyata.. si Rey goes to europe... (applause)(worship)

kok nda bilang2 mbakyu.. :)

Mhd. Septi Ardian said...

wuidiiiih, gokil juga ya pengalaman hidup mas. hahahag keren. do'ain saya ya soalnya pengen "kabur" ke swiss.